Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Gambar Produk 1
Jasa Desain Kaos, Desain Batik , LOGO dan desain grafis lainya
Email : mastertracer69@gmail.com

Contoh Jenis Macam Macam Najis dan Cara Mensucikan ( membersihkan ) Najis

Contoh-Jenis-Macam-Macam-Najis-dan-Cara-Mensucikan-membersihkan-Najis
Contoh Jenis Macam Macam Najis dan Cara Mensucikan ( membersihkan ) Najis - Pengertian Najis berasal dari bahasa Arab dari akar kata masdar najasah yang secara etimologis bermakna kotor Sedangkan dalam terminologi fiqh (syariah), najis adalah sesuatu yang kotor yang diperintahkan oleh syariah untuk suci darinya dan menghilangkannya dari baju dan badan dan dari segala sesuatu yang disyaratkan sucinya saat memakai. Seperti sucinya baju dan badan pada saat melaksanakan shalat dan tawaf umarah dan haji. Di dalam fiqih najis dikelompokkan dalam 3 kategori, yakni najis mukhaffafah, najis mutawassithah, dan najis mughalladhah. Sebagaimana ditulis oleh para fuqaha dalam kitab-kitabnya, salah satunya oleh Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safiinatun Najaa:

فصل النجاسات ثلاث: مغلظة ومخففة ومتوسطةالمغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع احدهما والمخففة بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين والمتوسطة سائر النجاسات

Artinya:“Fashal, najis ada tiga macam: mughalladhah, mukhaffafah, dan mutawassithah.Najis mughalladhah adalah najisnya anjing dan babi beserta anakan salah satu dari keduanya. Najis mukhaffafah adalah najis air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu dan belum sampai usia dua tahun. Sedangkan najis mutawassithah adalah najis-najis lainnya.”

Jenis Najis

Ada dua jenis najis yaitu najis hukmiyah ( ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺍﻟﺤﻜﻤﻴﺔ ) dan najis ainiyah ( ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔﺍﻟﻌﻴﻨﻴﺔ).

Najis Hukmiyah ( ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺍﻟﺤﻜﻤﻴﺔ )

Najis hukmiyah ialah tiap-tiap najis yang telah kering, sedang bekasnya sudah tidak ada lagi. Sudah hilang warna dan baunya. Contohnya kencing yang mengenai baju, kemudian kering, sedang bekasnya tidak nampak.

Najis Ainiyah ( ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺍﻟﻌﻴﻨﻴﺔ )

Najis ‘Ainiyah ialah tiap-tiap najis yang berujud dan bisa dilihat mata, atau mempunyai sifat yang nyata, seperti warna atau bau. Umpamanya tahi, kencing dan darah.

Sesuatu yang terkena najis ‘ainiyah (najis yang ada warna, bau atau rasanya) dapat menjadi suci dengan membasuh yang dapat menghilangkan sifat najis, yaitu rasa, warna dan bau, dan tidak apa-apa jika masih tersisa warna atau bau yang sulit dihilangkan meskipun dari hewanyang najis mugholadzoh (anjing, babi dan anak-anaknya). Berbeda halnya jika warna dan bau masih ada maka belum suci.

Bila suatu benda terkena najis hukmiyah (najis yang tidak ada warna, rasa, dan baunya) misalnya kencing yang telah kering dan tidak ada sifatnya, maka cara mencucinya cukup dengan mengalirkan air pada benda itu satu kali meskipun benda itu biji-bijian atau daging yang dimasak atau pakaian yang diwarnai dengan najis. Bagian dalam ketiga benda ini dapat menjadi suci dengan menuangkan air ke bagian luarnya, seperti halnya pedang yang diguyur dengan najis.

Perkara Hal Bentuk Najis

Perkara atau sesuatu yang dianggap najis menurut syariah Islam sebagai berikut:

1. Kencing baik kencing bayi atau kencing orang dewasa.
2. Tinja (kotoran manusia) atau kotoran hewan

Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ

“Jika salah seorang diantara kalian menginjak( kotoran manusia dengan sandalnya), maka hendaknya dia bersuci dengan tanah” (HR. Abu Dawud).
3. Khamr (mimunam beralkohol).
4. Bangkai hewan yang mati tanpa disembelih secara syariah dan seluruh anggota badannya seperti daging, tulang, tanduk, kuku, dll kecuali,
(a) belalang, hewan laut dan hewan sangat kecil yang darahnya tidak mengalir seperti lalat dan sejenisnya. Khusus untuk lalat dan sejenisnya apabila masuk ke air yang sedikit (kurang 2 qullah) dalam keadaan hidup kemudian mati dalam air, maka airnya tetap suci.
(b) bangkai manusia, hukumnya suci baik muslim atau nonmuslim (kafir).

5. Darah.

تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، وَتَنْضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ

“Keriklah bajunya. Lalu peraslah dengan air. Lalu basuhlah. Setelah itu dia boleh sholat dengan baju tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).

6. Nanah.
7. Muntah.
6. Anjing dan Babi
7. Madzi yaitu cairan putih encer yang keluar bukan karena syahwat. .
8. Wadi yaitu cairan pekat kental yang keluar setelah kencing atau setelah membawa beban berat.
9. Mani (sperma) anjing dan babi.
10. Susu hewan yang tidak halal dagingnya kecuali susu manusia.

3 Macam Macam Najis

Menurut madzhab Syafi'i, tingkatan najis terbagi menjadi 3 (tiga) macam. Yaitu, najis ringan (mukhaffafah), najis sedang/pertangahan (mutasswithah) dan najis berat (mughalladzah).

1. Mukhofafah ( مُخَفَّفَةٌ )
Najis mukhofafah adalah najis yang ringan, yang mana cara mensucikan najis ini adalah hanya dengan memercikan air ke daerah yang terkena najis.
Contoh dari najis ini adalah : Air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum memakan makanan lain selain air susu ibu.

Kemudian contoh berikutnya adalah madzi, yaitu air yang keluar dari kemaluan akibat terangsang oleh sesuatu, namun keluar tidak dengan cara memuncrat dan tidak menyebabkan lemas setelah mengeluarkannya. Untuk membersihkan kedua najis diatas cukup dengan memercikan air ke daerah yang terkenanya.

2. Mutawasithah ( مُتَوَسِطَةٌ )
Najis mutawasithah adalah najis yang sedang, yang mana cara mensucikan najis ini adalah dengan membasuh atau mencuci bagian yang terkena najis sampai hilang rasa, bau, dan warnanya.
Contoh dari najis ini adalah : Kotoran manusia, bangkai ( kecuali bangkai hewan laut dan belalang ), kotoran hewan yang haram untuk dimakan, dan masih banyak lagi. Maka jika kita ingin membersihkan sesuatu dari najis ini, kita harus mencuci dan membasuhnya sampai warna, bau, dan rasanya telah hilang.

3. Mughollazhoh ( مُغَلَّظَةٌ )

Najis mughollazhoh adalah najis yang berat, yang mana cara mensucikannya memiliki tata cara tersendiri yang dijelaskan oleh syariat.
Contoh najis ini adalah : Air liur anjing.
Adapun cara mensucikannya adalah dengan cara mencuci 7 kali benda yang terkena najis ini, yang mana satu diantaranya dicampur antara air dengan tanah.

Cara Menghilangkan Najis
Adapun cara menghilangkan najis adalah tergantung dari tingkatan (ringan,sedang, berat) dan jenis najisnya (ainiyah atau hukmiyah).

Cara Menghilangkan/Menyucikan Najis Ringan (Mukhaffafah)
Najis mukhaffafah adalah terdapat pada kencing anak laki-laki usia di bawah 2 tahun dan belum memakan makanan apapun kecuali ASI (Air Susu Ibu). Adapun kencing bayi perempuan status najisnya sama dengan kencing orang dewasa .

Cara menghilangkan atau mensucikan najis tersebut adalah dengan menyiramkan air suci pada kencing anak tersebut sampai merata walaupun air itu tidak mengalir. Siraman cukup dilakukan satu kali.

Cara Menghilangkan/Menyucikan Najis Sedang (Mutawassitah)

Najis mutawassitah (sedang) adalah seluruh najis selain najis anjing babi dan najis bayi laki-laki.

Cara menyucikan najis mutawassitah ainiyah adalah dengan menghilangkan perkara yang najis yakni rasa, warna dan baunya dengan air yang suci dan mensucikan. Apabila sulit menghilangkan warna atau baunya, maka tidak apa-apa ( ﻣﻌﻔﻮ ﻋﻨﻪ ).

Apabila air untuk menyucikan kurang dari 2 (dua) qullah maka harus dengan mengalirkan/menyiramkan air tersebut ke benda yang najis. Apabila air sampai 2 qullah atau lebih, maka tidak disyaratkan mengalirkan air ke benda najis tersebut bahkan boleh memasukkan benda najis tersebut ke air yang sampai 2 qullah atau lebih. Kecuali apabila berubah salah satu dari 3 sifatnya (warna, bau dan rasa) maka air tersebut tetap suci.

Cara Menghilangkan/Menyucikan Najis Berat (Mughalladzah)

Najis mughalladzah (mugholadhoh) adalah najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya adalah dengan membasuh najis sebanyak 7 (tujuh) kali dan salah satu dari tujuh itu dicampur dengan debu atau tanah yang suci.

Sabun Sebagai Ganti Debu Dalam Menghilangkan Najis Anjing

Ada 3 pendapat tentang boleh tidaknya menggunakan benda selain debu/tanah untuk menghilangkan najis mugholadhoh sbb:

Pendapat ke-1: Selain debu tidak bisa dipakai sebagai pengganti debu secara mutlak baik ada debu atau karena tidak adanya. Ini pendapat madzhab Syafi'i, Hanbali dan Ibnu Hazm

Pendapat ke-2: Selain debu itu dapat berfungsi sebagai ganti dari debu. Baik ada debu atau karena tidak ada. Ini salah satu pendapat dalam madzhab Syafi'i, dan Imam Muzani. Dan pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanbali.

Pendapat ke-3: Selain debu dapat berfungsi seperti debu apabila tidak ada debu saja atau apabila ada debu tapi dapat merusak benda yang terkena najis. Ini salah satu pendapat dalam madzhab Syafi'i dan Hanbali (Uraian lebih detail soal perbedaan pendapat ini dapat dilihat di kitab Al-Wasith 1/407).


Cara Menghilangkan Najis Hukmiyah ( ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺍﻟﺤﻜﻤﻴﺔ )

Adapun menghilangkan atau menyucikan najis hukmiyah adalah sama dengan menyucikan najis ringan (mukhaffafah) yaitu dengan menyiramkan air suci pada najis hukmiyah tersebut sampai merata walaupun air itu tidak mengalir.

Najis Anjing Menurut Empat Madzhab

Madzhab yang empat yaitu Syafi'i, Hanafi, Maliki, Hanbali memiliki perbedaan pendapat tentang najisnya anjing sebagai berikut:

- Madzhab Syafi'i: menghukumi bahwa seluruh bagian anjing adalah najis baik badan, bulu, lendir, keringat dan air liurnya.

Adapun cara menyucikannya adalah dengan menyiramkan 7 kali air salah satunya dicampur dengan tanah. Namun ada pendapat dalam madzhab Syafi'i yang menyatakan yang wajib dibasuh 7 kali itu adalah yang terkena air ludah anjing sedangkan yang selain itu cukup dibasuh satu kali ini berdasar pendapat Imam Nawawi dalam kitab Raudhah dan Al-Majmuk seperti dikutip dari kitab Kifayatul

Akhyar 1/63.


ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﺃﺻﻞ ﺍﻟﺮﻭﺿﺔ : ﻭﻓﻲ ﻭﺟﻪ ﺷﺎﺫ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻲ ﻏَﺴﻞ ﻣﺎ ﺳﻮﻯ ﺍﻟﻮﻟﻮﻍ ﻣﺮﺓ ، ﻛﻐﺴﻞ ﺳﺎﺋﺮ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺎﺕ ، ﻭﻫﺬﺍ

ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ : ﺇﻧﻪ ﻣُﺘَّﺠَﻪ ﻭﻗﻮﻱ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ؛ ﻷﻥ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻐﺴﻞ ﺳﺒﻌًﺎ ﺇﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻟﻴُﻨَﻔﺮﻫﻢ ﻋﻦ ﻣﺆﺍﻛﻠﺔ

ﺍﻟﻜﻼﺏ

Artinya: Imam Nawawi berkata dalam kitab Raudah: Menurut pendapat yang langka (syadz), cukup membasuh satu kali pada najis anjing selain bekas jilatan sebagaimana membasuh najis yang lain. Pendapat ini dikatakan Nawawi dalam Al-Majmuk Syarah Muhadzab: Pendapat ini diunggulkan dan kuat dari sisi dalil karena perintah membasuh tujuh kali itu untuk membersihkan dari bekas makan
anjing.

Adapun sabun dapat berfungsi sebagai pengganti tanah untuk menyucikan najis anjing menurut salah satu pendapat seperti dikutip dalam kitab Kifayatul Akhyar 1/63 sbb:

ﻭﻫﻞ ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻥ ﻭﺍﻷﺷْﻨَﺎﻥ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ؟ ﻓﻴﻪ ﺃﻗﻮﺍﻝ ، ﺃﺣﺪﻫﺎ : ﻧﻌﻢ ، ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺤﺠﺮ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ،

ﻭﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺸَّﺐ ﻭﺍﻟﻘَﺮْﻅ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺑﺎﻍ ﻣﻘﺎﻣﻪ ، ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﺻﺤﺤﻪ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ‏( ﺭﺀﻭﺱ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ‏) . ﻭﺍﻷﻇﻬﺮ ﻓﻲ

ﺍﻟﺮﺍﻓﻌﻲ ﻭﺍﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﻮﻡ ؛ ﻷﻧﻬﺎ ﻃﻬﺎﺭﺓ ﻣﺘﻌﻠﻘﺔ ﺑﺎﻟﺘﺮﺍﺏ ﻓﻼ ﻳﻘﻮﻡ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻛﺎﻟﺘﻴﻤﻢ . ﻭﺍﻟﻘﻮﻝ

ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ : ﺇﻥ ﻭُﺟﺪ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻟﻢ ﻳَﻘُﻢْ ، ﻭﺇﻻ ﻗﺎﻡ . ﻭﻗﻴﻞ : ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻔﺴﺪﻩ ﺍﻟﺘﺮﺍﺏ ﻛﺎﻟﺜﻴﺎﺏ ﺩﻭﻥ ﺍﻷﻭﺍﻧﻲ .

Artinya: Apakah sabun dan lumut bisa berfungsi sama dengan debu? Ada beberapa pendapat. Pertama, iya. Sebagaimana berfungsinya selain batu sama dengan batu dalam istinjak (Jawa, cewok)... Ini adalah pendapat yang disahihkan Nawawi dalam kitabnya Ru'us al-Masa'il. Yang paling dhahir dalma pendapat Rofi'i,

Raudah dan Al-Majmuk adalah tidak karena kesuciannya berkaitan dengan debu maka yang lain tidak bisa disamakan. Pendapat ketiga, apabila ada debu maka yang lain tidak dianggap. Kalau tidak ada debu, maka sabun bisa dijadikan pengganti.

Menurut satu pendapat: sabun bisa berfungsi seperti debu pada benda yang bisa rusak dengan debu seperti baju, bukan wadah.

- Madzhab Maliki: berpendapat bahwa anjing yang hidup adalah suci baik badannya, bulunya maupun air liurnya. Adapun mencuci wadah yang bekas dijilat anjing maka hukumnya ta'abhudi (sunnah).
- Madzhab Hanafi: berpandangan bahwa badan dan bulu anjing itu suci. Sedang air liur anjing adalah najis. Cara menyucikannya cukup 3 (tiga) kali.

- Madzhab Hanbali: ada dua pendapat di antara ulama madzhab Hanbali yaitu

(a) anjing itu najis baik badannya, bulunya maupun air liurnya;

(b) Badan dan bulu anjing itu suci. Hanya air liurnya yang najis.

Abdurrahman Al-Jaziri dalam Al-Fiqh alal Madzahibil Arba'ah menyatakan


ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﻜﻠﺐ . ﻭﺍﻟﺨﻨﺰﻳﺮ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻛﻞ ﺣﻲ ﻃﺎﻫﺮ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﻭﻟﻮ ﻛﻠﺒﺎ . ﺃﻭ ﺧﻨﺰﻳﺮﺍ ﻭﻭﺍﻓﻘﻬﻢ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﻃﻬﺎﺭﺓ ﻋﻴﻦ

ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻣﺎ ﺩﺍﻡ ﺣﻴﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﺑﻨﺠﺎﺳﺔ ﻟﻌﺎﺑﻪ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺗﺒﻌﺎ ﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻟﺤﻤﻪ ﺑﻌﺪ ﻣﻮﺗﻪ ﻓﻠﻮ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ

ﺑﺌﺮ ﻭﺧﺮﺝ ﺣﻴﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﺼﺐ ﻓﻤﻪ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻟﻢ ﻳﻔﺴﺪ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﻛﺬﺍ ﻟﻮ ﺍﻧﺘﻔﺾ ﻣﻦ ﺑﻠﻠﻪ ﻓﺄﺻﺎﺏ ﺷﻴﺌﺎ ﻟﻢ ﻳﻨﺠﺴﻪ ‏) ﻭﻣﺎ ﺗﻮﻟﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺃﻭ

ﻣﻦ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻭﻟﻮ ﻣﻊ ﻏﻴﺮﻩ ﺃﻣﺎ ﺩﻟﻴﻞ ﻧﺠﺎﺳﺔ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻓﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻭﻫﻮ " ﺇﺫﺍ ﻭﻟﻎ ﺍﻟﻜﻠﺐ

ﻓﻲ ﺇﻧﺎﺀ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻓﻠﻴﺮﻗﻪ ﺛﻢ ﻟﻴﻐﺴﻠﻪ ﺳﺒﻊ ﻣﺮﺍﺕ ﻭﺃﻣﺎ ﻧﺠﺎﺳﺔ ﺍﻟﺨﻨﺰﻳﺮ ﻓﺒﺎﻟﻘﻴﺎﺱ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻷﻧﻪ ﺃﺳﻮﺃ ﺣﺎﻻ ﻣﻨﻪ ﻟﻨﺺ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ

ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ ﻭﺣﺮﻣﺔ ﺍﻗﺘﻨﺎﺋﻪ

Artinya: Anjing dan babi. Madzhab Maliki berpendapat setiap sesuatu yang hidup itu suci walaupun anjing atau babi. Madzhab Hanafi sepakat atas kesucian anjing selagi hidup menurut pendapat yang rajih (unggul) kecuali bahwa Hanafi berpendapat atas najisnya air liur anjing saat hidup karena mengikuti pada najisnya daging anjing setelah matinya.

Apabila ada anjing jatuh ke dalam sumur lalu keluar dalam keadaan hidup sedang mulutnya tidak mengenai air sumur,maka airnya tidak najis. Begitu juga basahnya anjing tidak najis apabila menimpa
sesuatu. Hewan yang dilahirkan dari kedua anjing dan babi atau dari salah satunya walaupun dengan hewan lain. Adapun dalil najisnya anjing adalah hadits riwayat Muslim dari Nabi:

"Apalagi anjing menjilat wadah kaliah, maka alirkan air dan basuhlah wadah itu tujuh kali." Adapun najisnya babi maka itu berdasarkan pada analogi (qiyas) pada najis anjing karena babi lebih buruk perilakunya dibanding anjing dan karena ada teks Quran atas keharamannya dan haramnya memilikinya.


Hukum Memelihara Anjing


Hukum memelihara anjing sebagai binatang peliharaan (pet) adalah haram kecuali untuk keperluan menjaga atau berburu yang terakhir ini boleh karena darurat. Ini kesepakatan ulama termasuk mereka yang menganggap anjing tidak najis berdasarkan pendapat ulama yang dikutip Al-Jaziri di atas dan juga pandangan


Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim 3/186 sebagai berikut:

ﺭﺧﺺ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﻛﻠﺐ ﺍﻟﺼﻴﺪ ﻭﻛﻠﺐ ﺍﻟﻐﻨﻢ، ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻭﻛﻠﺐ ﺍﻟﺰﺭﻉ ﻭﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﺍﻗﺘﻨﺎﺀ ﻏﻴﺮﻫﺎ،

ﻭﻗﺪ ﺍﺗﻔﻖ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﺍﻗﺘﻨﺎﺀ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻟﻐﻴﺮ ﺣﺎﺟﺔ، ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﻨﻲ ﻛﻠﺒﺎً ﺇﻋﺠﺎﺑﺎً ﺑﺼﻮﺭﺗﻪ ﺃﻭ ﻟﻠﻤﻔﺎﺧﺮﺓ ﺑﻪ،

ﻓﻬﺬﺍ ﺣﺮﺍﻡ ﺑﻼ ﺧﻼﻑ

Artinya: Nabi memberi dispensasi atau keringanan (rukhsoh) pada anjing pemburu, anjing penggembala kambing, dan dalam riwayat hadits yang lain anjing penjaga tanaman. Nabi melarang memelihara lainnya. Ulama madzhab Syafi'i dan lainnya sepakat bahwa haram memelihara anjing tanpa ada keperluan seperti memiliki anjing karena takjub pada bentuknya atau untuk kebanggaan. Ini semua haram tanpa perbedaan ulama.


Najis Babi Menurut Empat Madzhab

Hukum babi sama statusnya dengan anjing. Mayoritas madzhab menganggapnya najis kecuali madzhab Maliki. Lihat detailnya di Hukum Najis Anjing Menurut

Empat Madzhab .

Kaedah Fiqih Terkait Najis

ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﻓﺈﻥ ﺯﺍﻟﺖ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻭﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﺃﺛﺮ ﻟﻬﺎ ‏( ﻃﻌﻢ، ﺭﻳﺢ، ﻟﻮﻥ ‏) ﻓﻬﻮ ﻃﺎﻫﺮ، ﻭﺇﻥ ﺑﻘﻲ ﻟﻮﻥ ﻓﻘﻂ، ﺃﻭ ﺭﻳﺢ ﻓﻘﻂ ﻋﺴﺮ

ﺯﻭﺍﻟﻬﻤﺎ، ﻓﻄﺎﻫﺮ ﺃﻳﻀﺎ ﻭﺇﻥ ﺑﻘﻲ ﻃﻌﻢ ﻋﺴﺮ ﺯﻭﺍﻟﻪ، ﺃﻭ ﻟﻮﻥ ﻭﺭﻳﺢ ﻣﻌﺎ ﻓﺎﻟﺜﻮﺏ ﻣﺘﻨﺠﺲ

Artinya: Baju apabila hilang najisnya dan tidak ada bekasnya (rasa, bau, warna), maka hukumnya suci. Apabila tampak warna (najis)-nya saja, atau baunya saja yang sulit dihilangkan, maka suci. Apabila masih ada rasa dan sulit hilang; atau warna dan bau secara bersamaan, maka hukumnya mutanajjis (terkena najis).

Cara Menghilangkan Atau Menyucikan Najis Menurut Empat Madzhab Menghilangkan Najis Dengan Benda Cair Selain Air

Ada dua pendapat ulama dalam soal ini. Pendapat pertama, najis dapat hilang atau suci dengan alat apapun yang suci yang dapat menghilangkan najis. Jadi tidak tertentu pada air saja. Ini pendapat madzhab Hanafi dan pilihan Ibnu Taimiyah (dari madzhab Hanbali). Pendapat kedua, najis tidak bisa dihilangkan kecuali dengan air.

Ini pendapat madzhab Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan Muhammad dan Zafar dari madzhab Hanafi.

Menghilangkan Najis Dengan Alat Modern dan Menghilangkan Najis Dengan Uap

Menurut pendapat Ibnu Taimiyah dari madzhab Hanbali, apabila najis bisa hilang dengan sinar matahari, maka itu dapat menyucikan tempat yang terkena najis. Apabila demikian, maka penghilangan najis dengan uap selagi dapat menghilangkan rasa atau warna atau bau maka itu dapat menghilangkan najis. Pendapat ini tidak disepakati oleh kalangan madzhab yang mengharuskan memakai air untuk menghilangkan najis.

Menghilangkan Najis Dengan Digaruk Dan Digosok

Pendapat pertama: Madzhab Hanafi berpendapat bahwa menggosok najis dapat menyucikan pada sandal dan khuf saja (khuf adalah muza atau kaus kaki khusus musim dingin). Maka menggosok tidak dapat menyucikan baju kecuali mani (sperma) saja. Mereka mensyaratkan najis tersebut harus berupa benda padat (jazm).

Apabila berupa kencing maka tidak dapat disucikan dengan digosok atau dikerik dan harus dibasuh. Madzhab Hanafi membagi dua tentang apakah disyaratkan dalam benda padat itu kering atau tidak. Imam Abu Hanifah sendiri mensyaratkan harus kering. Kalau basah maka harus dibasuh dengan air.

Sedangkan Abu Yusuf tidak mensyaratkan harus kering. Artinya, benda padat yang basah juga bisa disucikan dengan digosok atau dikerik.

Pendapat kedua, madzhab Maliki membedakan antara kaki wanita dan sandalnya. Apabila kaki terkena najis, maka harus disucikan dengan air. Adapun sandal dan muza (khuf), maka menggosok hanya dapat menyucikan sandal dari kotoran hewan dan kencingnya baik kering atau basah. Apabila najisnya itu selain dari kotoran hewan dan kencingnya, maka harus dibasuh dengan air.

Pendapat ketiga, wajib membasuh kaki perempuan dan muza secara mutlak. Ini pendapat Qaul Jadid dari madzhab Syafi'i. Adapun pendapat Qaul Qadim dari madzhab Syafi'i adalah membedakan antara kaki wanita dan sandalnya. Maka, kaki wanita harus dibasuh dengan air apabila terkena najis. Dan tidak perlu membasuh najis yang mengenai bagian bawah sandal setelah digosok apabila dalam keadaan kering.

Menghilangkan Najis Dengan Api Dan Matahari Menghilangkan Najis Dengan Dibakar Api

Pendapat ulama dalam soal ini terbagi dua:

Pendapat pertama, madzhab Maliki dan sebagian madzhab Hanbali berpendapat bahwa pembakaran apabila merubah benda yang najis dari segi sifatnya sampai menjadi benda lain seperti bangkai apabila dibakar menjadi abu, maka ia suci.

Apalagi apabila benda ini asalnya suci lalu terkena najis seperti baju apabila terkena najis, maka ia menjadi suci dengan dibakar dengan syarat berubah sifat- sifatnya.

Pendapat kedua, madzhab Syafi'i, sebagian Maliki, sebagian Hanafi, dan pendapat masyhur dari madzhab Hanbali berpendapat bahwa pembakaran tidak menjadikan suatu benda menjadi benda lain. Ia tetap najis baik benda itu asalnya najis atau terkena najis. Karena yang tersisa dari pembakaran itu merupakan bagian dari benda najis.

Menghilangkan Najis Dengan Sinar Matahari

Ada dua pendapat ulama dalam soal ini.

Pendapat pertama, madzhab Hanafi berpendapat bahwa bumi apabila terkena najis lalu kering oleh sinar matahari maka ia menjadi suci dengan kesucian yang bersifat dugaan (dzanni) yakni boleh melakukan shalat di tempat itu tapi tidak boleh bertayammum dengannya karena salah satu syarat tayammum harus dengan tanah yang pasti sucinya (QS An-Nisa 4:43).

Pendapat kedua, madzhab Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan Zafar dari madzhab Hanafiberpendapat bahwa bumi/tanah tidak bisa suci sebab menjadi kering. Maka tidak boleh melaksanakan shalat di tempat itu juga tanahnya tidak boleh dibuat tayammum.

Menghilangkan Najis Dengan Samak

Ada empat perbedaan pendapat ulama dalam hal ini. Perbedaan ini timbul dari perbedaan mereka dalam menyikapi soal najis atau sucinya hewan yang hidup. Yang berpendapat hewan hidup itu najis, maka samak tidak menyucikan dan tidak halal mengambil manfaat darinya.

Bagi yang berpendapat bahwa hewan hidup itu suci, maka samak itu menyucikan dan boleh mengambil manfaat darinya.

Pendapat pertama, samak itu menyucikan seluruh kulit bangkai kecuali kulit babi.
Ini pendapat madzhab Hanafi.

Pendapat kedua, samak itu tidak menyucikan kulit. Ini pendapat madzhab Maliki dan sebagian pendapat dalam madzhab Hanbali.

Pendapat ketiga, samak itu menyucikan kulit bangkai kecuali anjing dan babi dan yang lahir dari salah satunya. Ini pendapat madzhab Syafi'i.

Pendapat keempat, samak menyucikan kulit bangkai hewan yang dapat dimakan dagingnya dan tidak dapat menyucikan yang lain. Ini pendapat lain dari madzhab Hanbali

Baca Juga Artikel Menarik Lainnya


Demikian Contoh Jenis Macam Macam Najis dan Cara Mensucikan ( membersihkan ) Najis, Semoga bermanfaat jangan lupa berkomentar dan berkunjung kembali ke website www.tipstriksib.net