Perbedaan Fitnah Dengan Ghibah Dan Bahaya Ancaman Penyebar Fitnah Ghibah
Perbedaan Fitnah Dengan Ghibah Dan Bahaya Ancaman Penyebar Fitnah Ghibah - Perbedaan pengertian Fitnah dan Ghibah beda tipis , ada persamaan Fitnah Ghibah adalah sama-sama membicarakan keburukan orang lain, kalau ghibah adalah membicarakan orang tentang keburukan seseorang kalau orang itu mendengarnya maka itu tidak disukai dan itu benar adanya, sedangkan fitnah adalah membicarakan orang tentang keburukan seseorang dan itu tidak benar adanya.
Dari Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu bahwsanya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, yang artinya :”Tahukah kalian apakah ghibah itu ? Sahabat menjawab Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkata, “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam ditanya, “Bagaimanakah pendapatmu jika itu memang benar ada padanya ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab, “Kalau memang benar begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”.
Hal ini juga telah dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ حَمَّاد عَنْ إبْرَاهِيْمَ قَالَ : كَانَ اِبْنُ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ : الْغِيْبَةُ أَنْ تَذْكُرَ مِنْ أَخِيْكَ مَا تَعْلَمُ فِيْهِ. وَإِذَا قُلْتَ مَا لَيْسَ فِيْهِ فَذَاكَ الْبُهْتَانُ
“Dari Hammad dari Ibrahim, dia berkata : Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”.
Dari hadits ini para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ghibah adalah “Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu, yang seandainya dia tahu maka dia akan membencinya”. Sama saja, apakah yang engkau sebutkan adalah kekurangannya yang ada pada badannya atau nasabnya atau akhlaqnya atau perbuatannya atau pada agamanya atau pada masalah duniawinya. Dan engkau menyebutkan aibnya di hadapan manusia dalam keadaan dia ghoib (tidak hadir).
Syaikh Salim Al-Hilali berkata: “Ghibah adalah menyebutkan aib (saudaramu) dan dia dalam keadaan ghaib (tidak hadir di hadapn-mu). Oleh karena itu (saudaramu) yang goib tersebut disamakan dengan mayat, karena orang yang ghoib tidak mampu untuk membela dirinya. Demikian pula mayat tidak mengetahui bahwa daging tubuhnya dimakan, sebagaimana orang yang ghoib juga tidak mengetahui ghibah yang telah dilakukan oleh orang yang mengghibahinya”.
Adapun menyebutkan kekurangannya yang ada pada badannya (yang termasuk ghibah itu), misalnya engkau berkata pada saudaramu itu: “Dia buta”, “Dia tuli”, “Dia sumbing”, “Perutnya besar”, “Pantatnya besar”, “Kaki meja (jika kakinya tidak berbulu)”, “Dia juling”, “Dia hitam”, “Dia itu orangnya bodoh”, “Dia itu agak miring sedikit”, “Dia kurus”, “Dia gendut”, “Dia pendek” dan lain sebagainya
Firman Allah SWT :
“Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.” (QS. Al-Baqarah : 191)
Luka yang ditimbulkan oleh tajamnya pedang, mungkin masih bisa diobati. Tetapi luka yang ditimbulkan oleh tajamnya lisan (omongan, kata-kata) susah sekali dicari penawarnya. Itulah mengapa fitnah dikatakan lebih kejam dari pembunuhan."
”Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”( QS Al Baqarah : 192-193 )
Firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
(artinya) : “Janganlah sebagian kalian menggunjing/ mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati ? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al Hujurat : 12).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيهِ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ فِي بَيْتِهِ
“ Wahai orang yang mengucapkan iman dengan lisannya namun iman tersebut belum masuk di dalam hatinya, janganlah kalian membuka aurat mereka, sebab siapa saja yang membuka aib saudaranya muslim maka Allah akan membuka aibnya, dan barangsiapa yang aibnya telah dibuka oleh Allah maka Allah pasti akan menampakkannya meskipun tersembunyi di dalam rumahnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
Sementara dampak yang ditimbulkan oleh fitnah selalu negatif, tidak pernah ada yang positif. Karena itulah fitnah dikatakan berbahaya.
A. Fitnah Syubhat
Syubhat berarti samar-samar atau tidak jelas. Dalam fiitnah syubhat, seseorang menjadi rusak ilmu dan keyakinannya sehingga menjadikan perkaran ma’ruf menjadi samar dengan kemungkaran, sementara kemungkaran sendiri tidak ia hindari (dikerjakan). Fitnah syubhat merupakan fitnah paling berbahaya oleh karena kurangnya ilmu dan lemahnya bashirah, ketika diiringi dengan niat buruk dan hawa nafsu maka timbullah fitnah besar dan keji.
Rasulullah SAW sangat mengkahwatirkan fitnah syubhat, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Barzah Al-Aslamy, beliau bersabda yang artinya;
“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (H. R. Ahmad).
YangTermasuk dalam fitnah syubhat adalah;
1. Kekafiran
Allah SWT berfirman yang artinya;
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (Q. S. Al Kahfi 18: 103-105).
2. Kemunafikan
Allah SWT berfirman yang artinya;
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. dan bila dikatakan kepada mereka: ’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.’ Mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (Q. S. Al Baqarah 2: 10-11).
3. Bid’ah penyebab perpecahan
Sebuah hadist dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA,
“Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW berdiri kepada kami, lalu bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya Ahlul Kitab sebelum kamu telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi 73 agama. 72 di dalam neraka, dan satu di dalam sorga, yaitu Al-Jama’ah.”
“Dan sesungguhnya akan muncul beberapa kaum dari kalangan umatku yang hawa-nafsu menjalar pada mereka sebagaimana virus rabies menjalar pada tubuh penderitanya. Tidak tersisa satu urat dan persendian kecuali sudah dijalarinya.” (H. R. Abu Dawud, Ahmad, Al-Hakim).
B. Fitnah Syahwat
Fitnah syahwat merupakan segala perbuatan yang dapat melemahkan dan mengikis iman seseorang disebabkan oleh mengikuti hawa nafsu. Mereka yang terkena fitnah syahwat biasanya malas beribadah serta tidak segan melanggar perintah Allah dan mengerjakan apa yang dilarang. Hal ini disebabkan oleh hawa nafsu beserta andil dari iblis yang senantiasa mengiringi dan membuat iman semakin lemah
Umumnya, fitnah syahwat adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia, kesenangan, dan yang membangkitkan hawa nafsu.Allah SWT berfirman yang artinya;
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada syahwat (apa-apa yang diingini) berupa wanita, anak-anak, harta kekayaan yang berlimpah dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” (Q. S. Al-Imran : 14).
Bahaya Fitnah
Allah SWT berfirman yang artinya;
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Q. S. Al Hujurat : 6).
Apapun yang kita dengar dari orang lain, segala ucapan itu kita terima dengan telinga, bukan dengan lidah (ucapan). Berita-berita itu menyebar luas dari telinga ke telinga seolah keluar dari mulut ke mulut. Hati adalah yang menentukan apakah semua berita yang di dengar itu adalah benar atau salah. Allah SWT berfirman yang artinya;
“Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia pada sisi Allah adalah besar” (Q. S. An Nur : 15).
Selanjutnya, firman Allah SWT mengenai pertanggung jawaban panca indera kita di akhirat;
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka, bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).” (Q. S. An Nur : 23-25).
Fitnah itu hukumnya sangat berat, lebih berat daripada ketidaktaatan atau dosa besar.
Berikut adalah bahaya yang ditimbulkan oleh akibat fitnah:
1.Menimbulkan kesengsaraan
Oleh sebab berita yang disebarkan tidaklah benar, fitnah sangat merugikan terutama bagi orang yang difitnah dan bisa jadi harga dirinya hancur di mata masyarakat dan menjadi bahan cemoohan. Sedangkan bagi yang memfitnah sendiri tidak akan lagi bisa dipercaya dan setiap orang pasti akan menjauhinya.
2. Menimbulkan keresehan
Oleh sebab fitnah yang disebarkan masyarkat jadi tidak tenang karena takut. Misalnya, ada yang difitnah menjadi pencuri, pastinya orang akan takut jika suatu saat mereka akan jadi korban.
Memecah kebersamaan dan tali silaturrahmi
Satu fitnah bisa menghancurkan satu bangsa karena satu fitnah saja bisa menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya bisa menjadi seperti lingkaran setan (masalah yang tiada akhir). Padahal Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi dalam Islam sangatlah besar.
3. Dapat mencelakai orang lain
Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, pada kenyataannya itu memang benar. Fitnah umumnya dilatarbelakangi ketidaksukaan atau kebenciaan terhadap orang lain, tidak menutup kemungkinan turut membangkitkan niatan jahat berbuat kriminal yang dapat mencelakai orang lain.
4. Fitnah merugikan orang lain
Sudah sangat jelas bahwa fitnah banyak memberikan korbannya kerugian, mulai dari fisik, psikis, sampai harta benda dan keluarga. Yang paling menyakitkan adalah hancurnya harga diri karena pada dasarnya setiap manusia pasti ingin dihargai di mata manusia lainnya.
5. Masuk neraka dan Siksa Neraka
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak akan masuk Syurga orang yang suka adu domba (memfitnah).”(HR. Bukhari)
Fitnah merupakan salah satu dosa besar yang menjadi penghalang seorang Muslim masuk surga. Akibat dari perbuatan fitnah sendiri akan menjadi tanggungannya seumur hidup yang apabila tidak segera bertaubat maka neraka lah ancamannya1. Hendaklah kita cek dan kita pelajari lagi jangan-jangan yang dituduhkan orang lain itu benar. Jika ternyata kita salah, jangan malu dan gengsi mengakui kesalahan dan mengikuti kebenaran. Meskipun, cara orang yang menasihati kita kasar atau mungkin bermaksud tidak baik.
6. Merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan
Untuk itu hindarilah memfitnah orang dengan berupaya selalu ingat dengan bahaya yang ditimbukan fitnah itu. Untuk menghindari penyakit fitnah itu ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Selalu waspada dan hati-hati dalam setiap masalah
b. Jangan membuka rahasia (aib) orang lain
c. Menumbuhkan rasa persamaan dan kasih sayang sesama manusia
d. Mengamalkan ajaran agama
e. Membiasakan diri bersyukur kepada Allah SWT dan merasa cukup atas segala pemberian Allah.
f. Menjauhi seluruh penyebabnya, seperti mengikuti hawa nafsu, persaingan duniawi yang tidak bersih dan lain-lain
g. Berhati-hati dalam berbicara, bertindak dan dalam menerima kebenaran informasi.Ada dua macam fitnah, yakni fitnah syubhat dan fitnah syahwat.
Bahaya Ghibah
Ghibah artinya membuka aib yang ada pada diri seseorang dengan maksud menjelek jelekannya atau agar orang membencinya tanpa alasan yang dbenarkan syariat..
Ghibah yang di perbolehkan menurut Imam Nawawi adalah ghibah yang bertujuan untuk kemaslahatan dan kebutuhan masyarakat/orang banyak..dan itu pun harus dengan cara terhormat yaitu tidak melebih lebihkan dan tidak mengolok ngolok atau menghina.Jadi ada batasannya sendiri yaitu tidak boleh keluar dari kebenaran dan harus ada bukti,Jika tidak demikian maka pekara tersebut akan menjerumus ke dosa yang lebih besar yaitu fitnah.
Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
"Ketika aku mi`raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud no. 4878 dan lainnya).
Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging manusia’ dalam hadits ini adalah berbuat ghibah (menggunjing), sebagaimana permisalan pada surat Al Hujurat ayat: 12.
"Wahai Orang2 beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan jangan lah kamu mencari2 kesalahan orang lain,dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Bangkai) Tentu kamu akan merasa jijik.Dan bertakwalah kepada Allah,sesungguhnya Allah maka penerima Tobat,Maha Penyayang".
Dari shahabat Sa`id bin Zaid radhiyallahu `anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا الإِسْتِطَالةَ فِي عِرْضِ المُسْلِمِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَفِي رِوَايَة : مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِر
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar-besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (H.R. Abu Dawud no. 4866-4976).
Sebab-sebab Timbulnya Ghibah
Ada beberapa sebab yang bisa memicu seseorang untuk melakukan ghibah, diantaranya adalah:
1. Timbulnya amarah karena merasa tersinggung atau haknya dirampas, maka untuk mencairkan amarahnya, ia pun melakukan ghibah.
2. Keinginan untuk mengangkat diri sendiri dan menjatuhkan saudaranya, misalnya ia berkata: ‘si fulan itu bodoh, pemahamannya dangkal’, dengan tujuan agar orang lain simpatik kepadanya dan meninggalkan saudaranya.
3. Bersenda gurau dengan lelucon-lelucon, anekdot atau lawakan yang membicarakan perihal seseorang untuk membuat orang-orang tertawa dan bahkan sebagian dari mereka mejadikan hal ini sebagai profesi dan mata pencahariannya, wal’iyadzu billah.
4. Timbulnya hasad karena orang-orang senantiasa memujinya dan mencintainya, maka ia pun menjelekkan orang tadi agar nikmat itu hilang darinya.
5. Berburuk sangka terhadap saudaranya, maka tanpa disadari ia pun telah menggunjingnya dan mejelek-jelekkannya.
6. Tidak adanya perasaan takut kepada Allah dan adzabNya sehingga dengan sengaja ia pun melakukan ghibah.
Ghibah yang Dibolehkan
Walaupun pada asalnya ghibah itu dilarang akan tetapi ada beberapa keadaan tertentu, syariat kemudian memberikan rukhsoh /keringanan untuk melakukannya, diantaranya yaitu:
1. Merasa terzhalimi oleh seseorang, maka tidak mengapa baginya mengadukan kejahatannya kepada penguasa atau pihak-pihak yang berwenang. Ia boleh mengatakan bahwa ‘si fulan telah menzalimiku dengan berbuat begini dan begitu’.
2. Meminta fatwa, seperti ucapan seseorang kepada mufti ‘si fulan telah menzalimiku lalu bagaimana aku dapat berlepas diri dari kejahatannya’. Alangkah baiknya jika tidak menyebut nama dan identitasnya namun seandainya mesti disebutkan karena adanya maslahat, maka hal itu dibolehkan sebagaimana hadits Hindun tatkala berkata di hadapan Nabi, “sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir”, sementara Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengingkari ucapannya.
3. Memperingatkan kaum muslimin dari perkara-perkara buruk, seperti munculnya fatwa-fatwa dari ahli bid’ah sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif yang lebih luas.
Maka tidak mengapa menyebutkan keburukan-keburukannya itu, namun tidak diperbolehkan membicarakan aibnya yang lain, kecuali ada sebab-sebab tertentu yang membolehkannya.
Begitupula misalnya jika seseorang dimintai pendapatnya di dalam memilih pasangan hidup, maka ia boleh memberitahukan keadaan orang yang hendak dinikahinya secara riil, tapi bukan karena hendak menggunjingnya. Fatimah binti Qais pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menanyakan tentang perihal Abu Jahm bin Hudzaifah dan Muawiyah bin Abi Sufyan ketika keduanya datang melamarnya, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ لَا يَرْفَعُ عَصَاهُ عَنْ النِّسَاءِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ وَلَكِنْ انْكِحِي أُسَامَةَ
“Adapun abu Jahm, ia adalah orang yang tidak mengangkat tongkatnya dari wanita sedangkan Muawiyah adalah seorang miskin tidak memiliki harta akan tetapi pilihlah Usamah” (HR. Tirmidzi)
4. Mengidentifikasi seseorang apabila ia terkenal dengan julukan tertentu seperti si buta, pincang dan tuli tetapi bukan dimaksudkan untuk merendahkannya.
5. Orang yang terang-terangan melakukan perbuatan dosa seperti meminum khamar dan berjudi secara terang-terangan maka boleh menyebutkan kemungkarannya itu, tetapi tidak boleh membicarakan aibnya yang lain.
6. Di dalam ilmu jarh wat ta’dil boleh seorang alim menyebutkan cacat seorang perawi hadits seperti dengan berkata ‘si fulan adalah seorang pendusta, pemalsu hadits, jelek hapalannya’ dan sebagainya.
Baca juga Artikel
Keutamaan Manfaat Ciri Sifat Tawadhu dan Bahaya Sifat Sombong
Cara membersihkan hati agar dibersihkan dan terhindar dari penyakit hati
Cara Menghilangkan Sifat Iri Hati Dengki Menurut Islam
Cara melatih kesabaran keikhlasan dan keutamaan manfaat sabar ikhlas menurut islam
Perbedaan Fitnah dengan Ghibah dan Bahaya Ancaman penyebar Fitnah Ghibah
Cara belajar agar ikhlas dan mengenal tanda ciri-ciri orang Ikhlas
Pengertian perbedaan kedudukan akal, hati qalbu dan nafsu manusia dalam islam
Macam-macam tingkatan Nafsu manusia menurut islam dan Al Quran
Keutamaan Manfaat Ciri Sifat Tawadhu dan Bahaya Sifat Sombong
Cara membersihkan hati agar dibersihkan dan terhindar dari penyakit hati
Cara Menghilangkan Sifat Iri Hati Dengki Menurut Islam
Cara melatih kesabaran keikhlasan dan keutamaan manfaat sabar ikhlas menurut islam
Perbedaan Fitnah dengan Ghibah dan Bahaya Ancaman penyebar Fitnah Ghibah
Cara belajar agar ikhlas dan mengenal tanda ciri-ciri orang Ikhlas
Pengertian perbedaan kedudukan akal, hati qalbu dan nafsu manusia dalam islam
Macam-macam tingkatan Nafsu manusia menurut islam dan Al Quran